4.8.13

Yang Benar Dan Yang Salah






Ketika sulap dipelajari sebagai sebuah seni, maka semua benar dan semua salah, 

kenapa?

Karena seni adalah produk atau proses dengan penuh kesadaran mengatur unsur-unsur simbolik yang mempengaruhi indra, emosi, dan intelektual. Ini mencakup berbagai macam kegiatan manusia, kreasi, dan cara berekspresi. Dan karena itu, sebuah seni tidak memiliki sebuah ukuran baku, sebuah lukisan dikatakan bagus atau indah bagi seseorang, belum tentu indah atau bagus bagi orang lain, dengan kata lain, sebuah hasil seni bila dipandang oleh 10 orang, mungkin saja akan mendapatkan 10 pandangan yang berbeda total satu sama lainnya, dan ke 10 orang tersebut tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Semua tergantung pada cita rasa, emosi, dan intelektual masing masing orang.

Begitu juga dengan sulap sebagai sebuah produk seni, setiap orang punya cita rasa, emosi, dan intelektual masing-masing dalam mengekspresikan seni sulap tersebut. Setiap orang punya ukuran, standar masing masing akan seni tersebut, semua bisa benar dan semua bisa salah. Sulap sebagai sebuah produk seni akan selalu menimbulkan pertentangan mana yang benar dan yang salah, dan ini tidak baik buat perkembangan sulap.

Disinilah kesalahan kita dalam belajar sulap, kita selalu menekankan pada unsur SENI, yang hingga akhir jamanpun kita tidak akan pernah menemukan kesesuaian satu dengan yang lain. Kita lupa, bahwa sulap selain sebuah SENI, juga adalah sebuah ILMU. Dan kalau kita berbicara mengenai ILMU SULAP, tentu kita membicarakan sebuah ukuran, sebuah standar, sebuah benar dan salah. 

Dengan dasar pemikiran diataslah aku mengatakan:

Practice Make Perfect => SALAH
PERFECT PRACTICE MAKE PERFECT => LEBIH SALAH LAGI

“LHO??!! jadi,, Yang benar apa pak?”

Kalau sudah setuju dengan ”Tujuan berlatih adalah untuk menguasai sesuatu” silahkan lanjutkan membaca, bila belum, silahkan lanjutkan kehidupanmu yang sia-sia itu.


Untuk memahami kedua kalimat diatas simak contoh berikut.
Contoh pertama.
Setelah sekian lama aku melatih muscle pass, dan aku sudah dapat melakukannya dengan sempurna (menurutku!), hingga pada suatu ketika, datang seseorang yang mengatakan caraku melakukan muscle pass salah dan memberitahu cara yang benar, tapi ketika kutanya kenapa salah? dia tidak bisa menjawab, jadi aku tetap mengunakan caraku, dan akhirnya datang seorang Andre Limantara yang juga mengatakan bahwa gerakan yang aku lakukan salah dan dia juga menunjukkan cara yang benar (dan caranya sama seperti yang tunjukkan orang pertama), ketika kutanya kenapa salah? Andre menerangkan apa dan mengapa gerakan itu salah, dan apa hasilnya bila gerakan itu dilakukan dengan benar. Dan sejak itu aku merubah caraku melakukan muscle pass.

Contoh kedua
ACR adalah salah satu rutin yang wajib diketahui oleh pesulap. Jangan mengaku pesulap kalau belum bisa memainkan rutin ini. ACR banyak menggunakan DL, Tapi dari demikian banyaknya pesulap tangguh yang aku temui, tidak ada satupun yang melakukan DL dengan benar, sekali lagi TIDAK ADA. Sebuah move wajib, dan tidak ada yang melakukan move yang simpel itu dengan benar. Dan ini masih ngomongin move, belum ngomongin rutin dari ACR itu sendiri, adakah yang tahu esensi dari ACR? aku yakin dari 10 orang pesulap tangguh yang aku tanya, 11 orang tidak bisa menjawabnya (1 orang lagi guru pesulap tangguhnya). Kalau esensi dari  ACR tidak tahu, bagaimana bisa membuat rutin ACR dengan benar..?
Atau jangan-jangan, anda yang baca ini malah ga tau apa itu ACR..
(Kalau anda pesulap tangguh tapi tidak tahu ACR dan punya waktu luang, silahkan ambil pulpen dan tusukkan ke dada anda, 2 jari dari garis tengah ke arah kiri)

Kesimpulannya: Ketika kita melatih sesuatu dengan salah, sehebat apapun latihan itu, kita tidak akan pernah menguasai sesuatu dengan baik, karena itulah aku mencoba meluruskan dengan mengeluarkan kalimat:

PRACTICE THE RIGHT ONE MAKE PERFECT
PERFECT PRACTICE THE RIGHT ONE MAKE PERFECT

Kata kata THE RIGHT ONE  inilah yang harus diingat.

Kemudian timbul pertanyaan:

“btw benar itu kita ngeliatnya mnurut siapa ya ilmunya....dr yang menciptakan atau gimana? kalau bukan yang menciptakan bisa jauh lebih bagus gimana?”

Seperti sudah aku uraikan di atas, ketika seseorang datang, dan memberitahu bahwa caraku salah, aku tidak serta merta mengikuti cara-nya, kenapa? karena dia tidak dapat memberi data atau argumen atau fakta tentang yang menurutnya benar.
Ketika Andre memberitahu bahwa caraku salah, dan Andre dapat memberi data, argumen, dan fakta yang akurat mengapa itu salah, maka akupun merubah caraku, dan mengikuti cara yang diberitahu Andre.
Perbedaannya bukan pada orangnya, tapi pada data dan fakta yang ada. Dan tentunya data dan fakta tersebut harus telah melalui uji kelayakan.

Mengenai "kalau bukan yang menciptakan bisa jauh lebih bagus" 

Hal tersebut tidak jadi masalah, karena dalam dunia keilmuan bukan masalah siapa yang lebih bagus atau tidak tapi kejujuran dalam proses belajar. Karena apapun penemuannya akan menjadi feedback atau masukan yang berarti. Dalam masalah ini, beruntung kalau belajar dari orang yang jauh lebih bagus di banding yang menciptakan, tapi kita tetap harus mengetahui asal mulanya.

“Lalu, bagaimana kita tahu bahwa data dan fakta dari kebenaran itu telah teruji??”

Yang paling simpel adalah bila 9 dari 10 orang mengatakan itu  benar, maka itu benar.
Kalau mayoritas sudah mengatakan itu benar, maka itulah kebenaran.
Tapi hal ini dapat membuat kita terjebak pada kebenaran semu atau kebenaran buta, karena kebenaran tersebut bisa jadi hanya kebenaran yang tanpa dasar yang kuat.
Kebenaran ini masih bisa digugat dan di ubah bila muncul suatu data atau fakta baru mengenai kebenaran itu
Contoh:  Bumi ini datar, dan siapapun yang mengatakan bumi ini bulat akan diragukan kewarasannya. dan teori ini terus bertahan sampai akhirnya columbus membuktikannya bumi ini bulat, dan Ferdinand Magellan memberikan bukti pendukung yang kuat.

Untuk mencari kebenaran, sebagai akademisi, kita telah diajarkan langkah langkah untuk itu. Sama halnya ketika melakukan metode penelitian. Dan inilah yang aku terapkan dalam mempelajari sulap sebagai sebuah ILMU

1. Latar belakang --> mencari atau melihat fakta atau fenomena yang ada --> kalau dalam kasus ini fenomena-nya adalah pendapat dari orang yang kita lihat ilmu-nya --> identifikasi masalah-nya (pendapat) --> buat dugaan sementara.
2. Mencari daftar pustaka --> dalam kasus ini lihat juga original triknya dari siapa, bisa di dapat dari buku, jurnal, ataupun pendapat para ahli lainnya.
3. Kemudian di uji kebenarannya berdasarkan pedoman daftar pustaka. dalam kasus ini kita mau ikut pendapatnya siapa, atau mungkin ada pendapat sendiri yang diyakini.

Jadi kesimpulannya kita lihat dari manapun tidak masalah, tapi yang penting proses belajarnya harus benar.
Dengan langkah langkah diatas, otomatis aku tidak akan berpijak pada kebenaran buta sehingga kebenaran yang aku yakini mempunyai dasar.

“Darimana semua dasar, data dan fakta bisa didapat?”

Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita simak dulu kisah berikut:

Menurut Al-Bara' bin Azib, tanggal 17 Ramadhan adalah saat dimana wahyu pertama diturunkan ke Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Di Indonesia setiap tanggal 17 Ramadhan, biasanya dilakukan ceramah atau pengajian khusus bertemakan Nuzulul Qur'an.

Penyampaian wahyu pertama ini diawali dengan dialog 3 kali. Malaikat jibril menyuruh nabi membaca (اقْرَأْ) dan Nabi menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca (مَا أَنَا بِقَارِئٍ).
Malaikat datang kepadanya, lalu berkata, "Bacalah" Nabi menjawab, "Aku tidak bisa membaca". Nabi menceritakan, "Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. Malaikat berkata "Bacalah" aku menjawab "aku tidak bisa membaca." Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. "Bacalah" kujawab "aku tidak bisa membaca." Maka aku ditarik dan dipeluknya untuk kali ketiga. Kemudian aku dilepaskan seraya ia berkata "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan.

Semua pasti sudah tahu apa hasil dari kisah diatas..
hasilnya adalah:

Michael H. Hart dalam bukunya The 100 menilai Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal spiritual maupun kemasyarakatan. Nabi Muhammad SAW mampu mengelola bangsa yang awalnya egoistis, barbar, terbelakang dan terpecah belah oleh sentimen kesukuan, menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan kemiliteran dan bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi yang saat itu merupakan kekuatan militer terdepan di dunia. 
Dan semua ini diawali dengan IQRA'.

Bisa dibayangkan seseorang yang tidak bisa membaca sewaktu disuruh membaca mendapat hasil seperti itu, bagaimana kalau yang bisa membaca..?

Kata iqra' terambil dari kata kerja qa-ra-`a yang awalnya berarti "menghimpun" huruf-huruf dan kata-kata. Arti kata ini kemudian berkembang menjadi "merangkai" serta "mengucapkan" rangkaian huruf dan kata-kata tersebut.
Apa yang dihimpun dan dirangkai? Tentu saja informasi sebanyak mungkin, dari segala sumber.

Mengapa kisah diatas diangkat?
Karena aku menganggap kisah diatas adalah suatu pelajaran berharga buat kita betapa pentingnya MEMBACA. Mengapa harus sampai 3 kali? menurutku karena membaca sangat penting. Membaca adalah cikal bakal sebuah kebesaran.

Negeri ini adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar didunia, dan mengingat kisah diatas adalah sangat mengherankan bila  negeri kita ini memiliki indeks membaca 0.001 (menurut UNESCO) yang artinya, dari 1000 orang hanya satu yang membaca. Dari 242.325.638 jiwa penduduk Indonesia hanya 242.325 orang yang membaca atau dari 182,570,000 jiwa hanya 182,570 orang yang membaca. 

Kembali ke pertanyaan sebelumnya.
"Darimana semua dasar, data dan fakta bisa didapat?"

Dengan begitu berlimpahnya referensi sulap didunia ini, seharusnya memberi ruang yang luas buat pesulap Indonesia untuk mendapatkan semua data dan fakta sehingga mereka tidak berjalan di kebenaran semu. Tapi permasalahannya adalah, minat membaca yang sangat rendah (maksudnya minat membaca buku, bukan minat membaca sms. Line, whatsapp, twitter, facebook, path, dan sejenisnya) Sehingga ketersediaan ruang yang luas ini tidak menjamin perkembangan sulap di Indonesia karena tidak ada aktivitas membaca dari pelaku sulap.

Membaca memang bukan tujuan, membaca adalah alat untuk memiliki pengetahuan. Seperti juga diskusi, kuliah resmi, selftraining melalui dokumenter yang tersedia di internet atau studi lapangan. Semuanya adalah seperangkat alat dan proses mencapai pengetahuan. Tapi tetap, membaca adalah aktifitas memperoleh pengetahuan yang belum tergantikan.

Berbicara Ilmu berarti berbicara yang benar dan yang salah. Dengan membaca kita akan mendapatkan semua informasi, semua teori mengenai sulap, semua yang benar dan yang salah dan sudah diakui secara umum didunia sulap, teori yang sudah teruji, teori yang telah bertahan melalui masa. Dengan membaca kita akan mendapatkan THE RIGHT ONE.

Tapi teori hanya berguna sebagai pedoman, sebagai dasar pemahaman akan apa yang akan kita lakukan, sehingga ketika tiba pada tahap produktif, maka segala resource yang telah didapat dari teori di tambah cita rasa, emosi, dan intelektual dari setiap orang akan menghasilkan suatu nilai estetika yang tidak akan pernah bisa diajarkan dalam teori apapun, hanya bisa didapatkan melalui praktek.

Kata kunci hari ini dalam rangka peringatan Nuzulul Qur'an:
B.A.C.A.


PS.
Postingan ini adalah rangkuman dialog antara dr Jonas, Arman dan Zew ZZ.













No comments: