Ketika
sulap dipelajari sebagai sebuah seni, maka semua benar dan semua salah,
kenapa?
Karena
seni adalah produk atau proses dengan penuh kesadaran mengatur unsur-unsur
simbolik yang mempengaruhi indra, emosi, dan intelektual. Ini mencakup berbagai
macam kegiatan manusia, kreasi, dan cara berekspresi. Dan karena itu, sebuah
seni tidak memiliki sebuah ukuran baku, sebuah lukisan dikatakan bagus atau
indah bagi seseorang, belum tentu indah atau bagus bagi orang lain, dengan kata
lain, sebuah hasil seni bila dipandang oleh 10 orang, mungkin saja akan
mendapatkan 10 pandangan yang berbeda total satu sama lainnya, dan ke 10 orang
tersebut tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Semua tergantung pada
cita rasa, emosi, dan intelektual masing masing orang.
Begitu
juga dengan sulap sebagai sebuah produk seni, setiap orang punya cita rasa,
emosi, dan intelektual masing-masing dalam mengekspresikan seni sulap tersebut.
Setiap orang punya ukuran, standar masing masing akan seni tersebut, semua bisa
benar dan semua bisa salah. Sulap sebagai sebuah produk seni akan selalu
menimbulkan pertentangan mana yang benar dan yang salah, dan ini tidak baik
buat perkembangan sulap.
Disinilah
kesalahan kita dalam belajar sulap, kita selalu menekankan pada unsur SENI,
yang hingga akhir jamanpun kita tidak akan pernah menemukan kesesuaian satu
dengan yang lain. Kita lupa, bahwa sulap selain sebuah SENI, juga adalah sebuah
ILMU. Dan kalau kita berbicara mengenai ILMU SULAP, tentu kita membicarakan
sebuah ukuran, sebuah standar, sebuah benar dan salah.
Dengan
dasar pemikiran diataslah aku mengatakan:
Practice
Make Perfect =>
SALAH
PERFECT
PRACTICE MAKE PERFECT =>
LEBIH SALAH LAGI
(Baca
: Kesalahan Terbesar )
“LHO??!!
jadi,, Yang benar apa pak?”
Kalau
sudah setuju dengan ”Tujuan berlatih adalah untuk menguasai sesuatu” silahkan
lanjutkan membaca, bila belum, silahkan lanjutkan kehidupanmu yang sia-sia itu.
Untuk
memahami kedua kalimat diatas simak contoh berikut.
Contoh
pertama.
Setelah
sekian lama aku melatih muscle pass, dan
aku sudah dapat melakukannya dengan sempurna (menurutku!), hingga pada
suatu ketika, datang seseorang yang mengatakan caraku melakukan muscle pass salah dan memberitahu cara yang benar,
tapi ketika kutanya kenapa salah? dia tidak bisa menjawab, jadi aku tetap mengunakan
caraku, dan akhirnya datang seorang Andre Limantara yang juga mengatakan bahwa
gerakan yang aku lakukan salah dan dia juga menunjukkan cara yang benar (dan
caranya sama seperti yang tunjukkan orang pertama), ketika kutanya kenapa
salah? Andre menerangkan apa dan mengapa gerakan itu salah, dan apa hasilnya
bila gerakan itu dilakukan dengan benar. Dan sejak itu aku merubah caraku
melakukan muscle pass.
Contoh
kedua
ACR adalah salah satu rutin yang wajib diketahui oleh
pesulap. Jangan mengaku pesulap kalau belum bisa memainkan rutin ini. ACR banyak menggunakan DL, Tapi dari
demikian banyaknya pesulap tangguh yang aku temui, tidak ada satupun yang
melakukan DL dengan benar, sekali lagi TIDAK ADA.
Sebuah move wajib, dan tidak ada yang melakukan move yang simpel itu dengan benar. Dan ini
masih ngomongin move, belum ngomongin rutin dari ACR itu sendiri, adakah yang tahu
esensi dari ACR? aku yakin dari 10 orang pesulap
tangguh yang aku tanya, 11 orang tidak bisa menjawabnya (1 orang lagi guru pesulap
tangguhnya). Kalau esensi dari ACR tidak tahu, bagaimana
bisa membuat rutin ACR dengan benar..?
Atau
jangan-jangan, anda yang baca ini malah ga tau apa itu ACR..!
(Kalau
anda pesulap tangguh tapi tidak tahu ACR dan punya waktu luang, silahkan ambil
pulpen dan tusukkan ke dada anda, 2 jari dari garis tengah ke arah kiri)
Kesimpulannya:
Ketika kita melatih sesuatu dengan salah, sehebat apapun latihan itu, kita
tidak akan pernah menguasai sesuatu dengan baik, karena itulah aku mencoba
meluruskan dengan mengeluarkan kalimat:
PRACTICE THE RIGHT ONE MAKE PERFECT
PERFECT
PRACTICE THE RIGHT ONE MAKE PERFECT
Kata
kata THE RIGHT ONE
inilah yang harus diingat.
Kemudian
timbul pertanyaan:
“btw
benar itu kita ngeliatnya mnurut siapa ya ilmunya....dr yang menciptakan atau
gimana? kalau bukan yang menciptakan bisa jauh lebih bagus gimana?”
Seperti
sudah aku uraikan di atas, ketika seseorang datang, dan memberitahu bahwa
caraku salah, aku tidak serta merta mengikuti cara-nya, kenapa? karena dia
tidak dapat memberi data atau argumen atau fakta tentang yang menurutnya benar.
Ketika
Andre memberitahu bahwa caraku salah, dan Andre dapat memberi data, argumen,
dan fakta yang akurat mengapa itu salah, maka akupun merubah caraku, dan
mengikuti cara yang diberitahu Andre.
Perbedaannya
bukan pada orangnya, tapi pada data dan fakta yang ada. Dan tentunya data dan
fakta tersebut harus telah melalui uji kelayakan.
Mengenai
"kalau bukan yang menciptakan bisa jauh lebih bagus"
Hal
tersebut tidak jadi masalah, karena dalam dunia keilmuan bukan masalah siapa
yang lebih bagus atau tidak tapi kejujuran dalam proses belajar. Karena apapun
penemuannya akan menjadi feedback atau masukan yang berarti. Dalam masalah ini,
beruntung kalau belajar dari orang yang jauh lebih bagus di banding yang
menciptakan, tapi kita tetap harus mengetahui asal mulanya.
“Lalu,
bagaimana kita tahu bahwa data dan fakta dari kebenaran itu telah teruji??”
Yang
paling simpel adalah bila 9 dari 10 orang mengatakan itu benar, maka itu benar.
Kalau
mayoritas sudah mengatakan itu benar, maka itulah kebenaran.
Tapi
hal ini dapat membuat kita terjebak pada kebenaran semu atau kebenaran buta,
karena kebenaran tersebut bisa jadi hanya kebenaran yang tanpa dasar yang kuat.
Kebenaran
ini masih bisa digugat dan di ubah bila muncul suatu data atau fakta baru
mengenai kebenaran itu
Contoh: Bumi ini datar, dan siapapun yang
mengatakan bumi ini bulat akan diragukan kewarasannya. dan teori ini terus
bertahan sampai akhirnya columbus membuktikannya bumi ini bulat, dan Ferdinand Magellan memberikan bukti
pendukung yang kuat.
Untuk
mencari kebenaran, sebagai akademisi, kita telah diajarkan langkah langkah
untuk itu. Sama halnya ketika
melakukan metode penelitian. Dan inilah yang aku terapkan dalam mempelajari
sulap sebagai sebuah ILMU
1.
Latar belakang --> mencari atau melihat fakta atau fenomena yang ada -->
kalau dalam kasus ini fenomena-nya adalah pendapat dari orang yang kita lihat
ilmu-nya --> identifikasi masalah-nya (pendapat) --> buat dugaan
sementara.
2.
Mencari daftar pustaka --> dalam kasus ini lihat juga original triknya dari
siapa, bisa di dapat dari buku, jurnal, ataupun pendapat para ahli lainnya.
3.
Kemudian di uji kebenarannya berdasarkan pedoman daftar pustaka. dalam kasus
ini kita mau ikut pendapatnya siapa, atau mungkin ada pendapat sendiri yang
diyakini.
Jadi
kesimpulannya kita lihat dari manapun tidak masalah, tapi yang penting proses
belajarnya harus benar.
Dengan
langkah langkah diatas, otomatis aku tidak akan berpijak pada kebenaran buta
sehingga kebenaran yang aku yakini mempunyai dasar.
“Darimana
semua dasar, data dan fakta bisa didapat?”
Sebelum
menjawab pertanyaan ini, kita simak dulu kisah berikut:
Menurut
Al-Bara' bin Azib, tanggal 17 Ramadhan adalah saat dimana wahyu pertama
diturunkan ke Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Di Indonesia setiap tanggal 17
Ramadhan, biasanya dilakukan ceramah atau pengajian khusus bertemakan Nuzulul Qur'an.
Penyampaian
wahyu pertama ini diawali dengan dialog 3 kali. Malaikat jibril menyuruh nabi
membaca (اقْرَأْ)
dan Nabi menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca (مَا أَنَا بِقَارِئٍ).
Malaikat
datang kepadanya, lalu berkata, "Bacalah"
Nabi menjawab, "Aku tidak bisa membaca". Nabi menceritakan,
"Maka aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku
dilepaskannya dan disuruh membaca. Malaikat berkata "Bacalah"
aku menjawab "aku tidak bisa membaca." Maka aku ditarik dan
dipeluknya hingga aku kepayahan. Lalu aku dilepaskannya dan disuruh membaca. "Bacalah"
kujawab "aku tidak bisa membaca." Maka aku ditarik dan dipeluknya
untuk kali ketiga. Kemudian aku dilepaskan seraya ia berkata "Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menjadikan.
Semua pasti sudah tahu apa hasil dari kisah diatas..
hasilnya adalah:
Michael H. Hart dalam bukunya The 100 menilai Nabi Muhammad SAW sebagai
tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Nabi Muhammad SAW adalah
satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal
spiritual maupun kemasyarakatan. Nabi Muhammad SAW mampu mengelola bangsa yang
awalnya egoistis, barbar, terbelakang dan terpecah belah oleh sentimen
kesukuan, menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan
kemiliteran dan bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi yang saat itu
merupakan kekuatan militer terdepan di dunia.
Dan
semua ini diawali dengan IQRA'.
Bisa
dibayangkan seseorang yang tidak bisa membaca sewaktu disuruh membaca mendapat
hasil seperti itu, bagaimana kalau yang bisa membaca..?
Kata
iqra' terambil dari kata kerja qa-ra-`a yang awalnya berarti
"menghimpun" huruf-huruf dan kata-kata. Arti kata ini kemudian
berkembang menjadi "merangkai" serta "mengucapkan"
rangkaian huruf dan kata-kata tersebut.
Apa
yang dihimpun dan dirangkai? Tentu saja informasi sebanyak mungkin, dari segala
sumber.
Mengapa
kisah diatas diangkat?
Karena
aku menganggap kisah diatas adalah suatu pelajaran berharga buat kita betapa
pentingnya MEMBACA. Mengapa harus sampai 3 kali? menurutku karena membaca
sangat penting. Membaca adalah cikal bakal sebuah kebesaran.
Negeri
ini adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar didunia, dan mengingat kisah
diatas adalah sangat mengherankan bila negeri kita ini memiliki indeks membaca 0.001 (menurut UNESCO) yang artinya,
dari 1000 orang hanya satu yang membaca. Dari 242.325.638 jiwa penduduk Indonesia hanya
242.325 orang yang membaca atau dari 182,570,000 jiwa hanya 182,570 orang yang
membaca.
Kembali
ke pertanyaan sebelumnya.
"Darimana
semua dasar, data dan fakta bisa didapat?"
Dengan
begitu berlimpahnya referensi sulap didunia ini, seharusnya memberi ruang yang
luas buat pesulap Indonesia untuk mendapatkan semua data dan fakta sehingga
mereka tidak berjalan di kebenaran semu. Tapi permasalahannya adalah, minat
membaca yang sangat rendah (maksudnya
minat membaca buku, bukan minat membaca sms. Line, whatsapp, twitter, facebook,
path, dan sejenisnya) Sehingga ketersediaan ruang yang luas ini tidak
menjamin perkembangan sulap di Indonesia karena tidak ada aktivitas membaca
dari pelaku sulap.
Membaca
memang bukan tujuan, membaca adalah alat untuk memiliki pengetahuan. Seperti
juga diskusi, kuliah resmi, selftraining melalui dokumenter yang tersedia di
internet atau studi lapangan. Semuanya adalah seperangkat alat dan proses
mencapai pengetahuan. Tapi tetap, membaca adalah aktifitas memperoleh
pengetahuan yang belum tergantikan.
Berbicara
Ilmu berarti berbicara yang benar dan yang salah. Dengan membaca kita akan
mendapatkan semua informasi, semua teori mengenai sulap, semua yang benar dan yang salah dan sudah diakui secara umum didunia
sulap, teori yang sudah teruji, teori yang telah bertahan melalui masa. Dengan
membaca kita akan mendapatkan THE RIGHT ONE.
Tapi
teori hanya berguna sebagai pedoman, sebagai dasar pemahaman akan apa yang akan
kita lakukan, sehingga ketika tiba pada tahap produktif, maka segala resource yang telah didapat dari teori di
tambah cita rasa, emosi, dan intelektual dari setiap orang akan menghasilkan
suatu nilai estetika yang tidak akan pernah bisa diajarkan dalam teori apapun,
hanya bisa didapatkan melalui praktek.
Kata
kunci hari ini dalam rangka peringatan Nuzulul Qur'an:
B.A.C.A.
PS.
Postingan
ini adalah rangkuman dialog antara dr Jonas, Arman dan Zew ZZ.
No comments:
Post a Comment