Sulap merupakan seni menipu atau the art of deception. Sering kali
orang merasa kesal setelah melihat suatu pertunjukan sulap, mereka merasa
ditipu. Tapi bukankah disitu letak menyenangkannya sebuah permainan sulap ?
Seorang ilusionis Indonesia, Demian Aditya, mengatakan “magic is the art of not
knowing”, sulap merupakan seni dari tidak mengetahui. Sulap terasa lebih
menyenangkan justru ketika kita tidak mengetahui apa yang terjadi dibalik
setiap sulap yang kita lihat. Hasil akhir yang mengejutkan dan tidak terduga
tentunya bisa menimbulkan perasaan heran yang menyenangkan apabila tidak
dirusak oleh rasa penasaran yang berlanjut dengan pembongkaran ”keajaiban”
permainan sulap itu.
Menurut penelitian, orang mempercayai pesan verbal sebesar 22%,
sedangkan nonverbal dipercayai sebesar 78%. Disadari atau tidak, sulap sarat
akan pesan-pesan nonverbal. Hal ini yang menjadi kekuatan sulap sehingga
seorang pesulap dapat menyampaikan pesannya kepada orang-orang yang menonton
pertunjukan sulapnya tanpa banyak menggunakan pesan verbal.
Pesan nonverbal terdiri dari beberapa komponen. Komponen pertama
adalah pesan kinesik. Pesan kinesik ini berhubungan dengan gerak tubuh,
raut wajah, dan postur tubuh. Setiap gerakan tubuh dalam sulap memiliki arti.
Karena itu, script atau naskah sangat penting dalam suatu pertunjukan sulap.
Gerakan-gerakan yang ada sudah direncanakan sebelumnya dan dilatih secara
berulang-ulang. Gerakan tubuh yang tidak direncanakan dan tidak dilatih dengan
baik dapat mengakibatkan munculnya gerak tubuh yang membuat suatu trick
terbongkar, munculnya gerakan-gerakan yang menggangu penonton, atau bahkan malah
mencederakan pesulap itu sendiri.
Raut wajah seorang pesulap juga harus dikontrol dengan baik. Raut
wajah yang terkontrol dapat menutupi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi
saat pertunjukan berlangsung sekaligus mampu meyakinkan penonton terhadap apa
yg dirasakan pesulap, seperti terlihat sangat kesakitan atau justru tidak
merasa sakit sama sekali. Seorang pesulap juga harus menjaga postur tubuhnya.
Hal ini berkaitan dengan karakter panggung pesulap tersebut. Contohnya seperti
Deddy Corbuzier yang harus menjaga postur tubuhnya tetap tegap dan tidak
terbungkuk agar ia tetap terlihat berwibawa. Tidak lucu apabila kita melihatnya
berdiri dengan bertumpu pada satu kakinya saja seperti anak kecil yang
kecapaian.
Pesan kedua adalah pesan proksemik atau jarak. Kesan tidak
akrab, dingin, dan kaku dapat muncul apabila kita melihat seseorang berbicara
dengan menjaga jarak terhadap orang yang lainnya. Dalam suatu pertunjukan
sulap, pesulap sering mengundang seorang atau beberapa penonton untuk naik ke atas
panggung. Terkadang juga pesulap tiba-tiba menghilang lalu muncul di
tengah-tengah penonton. Hal ini dilakukan supaya hubungan antara pesulap dan
penonton tidak kaku serta terkesan lebih akrab dan membaur.
Pesan artifaktual merupakan pesan nonverbal yang ketiga. Pesan
artifaktual berkaitan dengan atribut yang digunakan oleh seseorang, seperti
pakaian, aksesoris, atau kendaraan. Seorang pesulap memiliki kostum yang
dikenakan untuk pertunjukannya. Dalam hal ini kostum tidak hanya diartikan
dalam bentuk pakaian tematik. Pesulap menggunakan ”kostum” sesuai dengan
karakter panggungnya. Contohnya seperti Deddy Corbuzier yang berpakaian seperti
dracula, Faro yang biasa kita lihat menggunakan pakaian serba putih, atau
Chriss Angel dengan gaya rockstar. Selain itu peralatan-peralatan yang akan
digunakan juga sudah direncanakan dengan baik agar berkesinambungan dengan
permainan dan tidak merusak karakter diri yang sebelumnya sudah terbentuk. Bisa
kita lihat contohnya pada Russel Miracle yang selalu menggunakan peralatan yang
berwarna ungu, mulai dari pakaian yang dikenakan, peralatan sulap seperti
kantung atau kartu, hingga motor yang dikendarainya.
Pesan paralingustik menjadi komponen keempat dalam pesan nonverbal.
Pesan ini berkaitan dengan cara pengucapan komunikasi verbal, berupa penekanan
nada, kualitas suara, volume dan ritme. Terkadang pesulap menyampaikan pesannya
secara verbal, seperti menceritakan suatu kisah. Dalam hal ini paralinguistik
diperlukan agar cerita yang dibawakan oleh pesulap tepat sasaran, pesulap dan
penonton memiliki persepsi yang sama terhadap arti dari permainan sulap yang
sudah dipertunjukkan.
Melalui sulap, orang bisa merubah pandangannya
terhadap suatu hal, sehingga sikap dan perilakunya pun ikut berubah. Setiap
gerakan, pengaturan jarak, pakaian, dan cara berbicara dalam suatu pertunjukan
sulap dipersiapkan dan dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu agar penonton
percaya bahwa apa yang mereka saksikan merupakan suatu hal yang nyata. Dalam
bahasa inggris, sulap disebut magic, yang juga berarti ajaib. Pesulap yang baik
tentunya harus dapat meyakinkan dan membuat kita percaya bahwa keajaiban itu
memang ada melalui setiap permainannya. Kepercayaan terhadap keajaiban itu bisa
diwujudkan melalui perangkaian pesan-pesan nonverbal secara baik. Semua yang
dilakukan oleh pesulap memiliki makna dan dilakukan bukan tanpa perhitungan.
Disitulah kekuatan sulap terletak, yakni penyampaian makna tanpa banyak
kata.
1 comment:
Sangan berguna sekali. Izin share di www.facebook.com/KMTanjungpinang
Post a Comment